Penyiksaan LC
Kasus penyiksaan LC di Batam yang menewaskan seorang wanita asal Lampung bernama Dwi Putri Aprilian Dini (25) kini menjadi sorotan nasional. Korban diduga mengalami penganiayaan berat selama tiga hari berturut-turut sebelum akhirnya meninggal dunia di sebuah mes di kawasan Batu Ampar, Batam. Polisi telah menangkap empat tersangka yang diduga terlibat langsung dalam rangkaian penyiksaan tersebut.
Kasus ini tak hanya mengguncang masyarakat, tetapi juga menyoroti kembali persoalan perdagangan orang, eksploitasi perempuan, dan lemahnya kontrol terhadap aktivitas ilegal di sejumlah wilayah hiburan malam. Berikut laporan lengkapnya.
Kronologi Awal: Korban Dipaksa Menjadi LC dan Mengalami Kekerasan Berulang
Dwi Putri diketahui merantau ke Batam setelah bercerai dan bekerja di sebuah perusahaan. Namun ketika kontraknya habis, ia mencoba mencari pekerjaan lain demi mengumpulkan biaya untuk pulang kampung ke Lampung.
Dalam kondisi ekonomi terdesak, Dwi menerima tawaran pekerjaan dari rekannya. Tanpa disadari, pekerjaan tersebut ternyata memaksanya menjadi lady companion (LC)—sesuatu yang tidak ia inginkan.
Menurut keluarga, setiap kali Dwi menolak bekerja, ia akan dipaksa mengonsumsi minuman keras, narkoba, serta obat-obatan tertentu, dan kemudian mengalami kekerasan fisik.
“Adik saya ingin pulang, tapi belum punya ongkos. Dia cari apa saja yang penting halal, tapi malah dipaksa bekerja jadi LC,” kata Melia, kakak korban.
Penganiayaan 3 Hari yang Berujung Kematian
Polisi mengungkap bahwa penyiksaan terhadap Dwi berlangsung pada 25–27 November 2025. Lokasi kejadian berada di sebuah mes Perumahan Jodoh Permai Blok D No. 28, Sungai Jodoh, Batu Ampar.
Tersangka utama, Wilson Lukman (28) alias Koko, diduga sebagai pelaku yang paling aktif melakukan kekerasan. Tiga tersangka lain:
- Anik Istiqomah (32) alias Meylika Levana alias Mami
- Putri Angelina (32) alias Papi Tama
- Salmiati (32) alias Papi Charles

Ketiganya berperan membantu, mengawasi, mengikat korban, membeli lakban, hingga melepas CCTV agar kejadian tidak terekam.
Kapolsek Batu Ampar, Kompol Amru Abdullah, menjelaskan:
“Korban mengalami kekerasan dalam rentang waktu tiga hari penuh dan disekap di mes. Ketika kondisinya memburuk, para pelaku bukannya membawa cepat ke fasilitas kesehatan, melainkan mencoba menyadarkan korban dengan cara-cara yang tidak tepat.”
Pada 28 Oktober 2025 sore, Dwi sudah tidak responsif. Wilson memanggil bidan dan membeli tabung oksigen, namun upaya itu terlambat. Korban dipastikan meninggal dunia.
Upaya Menghilangkan Jejak dan Ketidakwajaran Saat Pengantaran Jenazah
Merasa panik, Wilson membawa tubuh korban ke RS Santa Elisabeth Sei Lekop dengan menggunakan identitas “Mr. X”. Ia juga memilih rumah sakit yang jaraknya jauh dari lokasi kejadian untuk menghindari kecurigaan.
Namun, langkahnya justru menimbulkan pertanyaan.
Pihak rumah sakit curiga karena:
- Pelaku tidak memberikan identitas
- Kondisi tubuh korban menunjukkan tanda-tanda kekerasan
- Lokasi pengantaran tidak wajar
Rumah sakit kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi.
Saat itu, Salmiati diperintahkan untuk melepas sembilan CCTV yang merekam seluruh aktivitas penyiksaan.
Motif Penyiksaan: Manipulasi Video untuk Memicu Amarah
Dalam pemeriksaan, polisi menemukan fakta mengejutkan. Motif awal penyiksaan dipicu oleh dua video rekayasa yang dibuat oleh Anik dan Salmiati.
Video tersebut seolah-olah menunjukkan korban mencekik Anik. Ketika ditunjukkan kepada Wilson, ia langsung marah dan melakukan tindakan kekerasan.
“Video itu rekayasa. WL tidak tahu bahwa itu dibuat hanya sebagai cadangan jika terjadi perseteruan,” jelas Kompol Amru.
Manipulasi ini menjadi pemicu utama rangkaian kekerasan yang berujung kematian korban.
Para Tersangka Terancam Hukuman Berat
Keempat tersangka dijerat dengan:
Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana)
jo
Pasal 338 (Pembunuhan Biasa)
jo
Pasal 55 (Penyertaan)
Ancaman hukumannya:
- Hukuman mati
- Penjara seumur hidup, atau
- Penjara maksimal 20 tahun
Kasus Ini Bangkitkan Sorotan Nasional
Kasus penyiksaan LC di Batam menjadi alarm bagi pemerintah dan aparat hukum. Tidak hanya soal kekerasan ekstrem, tetapi juga praktik perekrutan perempuan secara ilegal, pemaksaan kerja, penyalahgunaan narkoba, dan maraknya tempat hiburan tanpa pengawasan.
Banyak aktivis menyebut bahwa tragedi ini merupakan contoh nyata bagaimana perempuan rentan dieksploitasi dalam sistem yang tidak terlindungi.
Untuk pembaca yang ingin mengikuti perkembangan kasus kriminal lainnya dapat mengunjungi laman utama Informasi Indonesia sebagai referensi berita nasional terupdate.