
Patung biawak Wonosobo di Desa Krasak
Di era media sosial yang serba cepat, sebuah karya seni publik bisa menjadi viral dalam hitungan jam. Salah satu fenomena terbaru yang mencuri perhatian adalah Tugu Biawak di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah . Patung ini tidak hanya menarik wisatawan lokal tetapi juga memicu perdebatan sengit tentang anggaran pembangunannya. Dengan desainnya yang sangat realistis, tugu ini menjadi simbol kebanggaan sekaligus kontroversi bagi masyarakat setempat.

Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena Tugu Biawak, mulai dari sejarah pembuatannya, kontroversi anggaran, hingga dampaknya terhadap pariwisata Wonosobo.
Sejarah dan Pembuatan Tugu Biawak
Tugu Biawak di Desa Krasak dibangun sebagai bagian dari upaya pemerintah daerah untuk menciptakan ikon baru yang dapat menarik perhatian wisatawan. Patung ini dikerjakan oleh seorang seniman lokal bernama Rejo Arianto , lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Dalam wawancara singkat, Rejo menyebutkan bahwa ide pembuatan patung ini berasal dari keinginan untuk menggambarkan kekayaan alam Wonosobo, termasuk satwa liar seperti biawak yang sering ditemui di daerah tersebut.
Dengan anggaran sebesar Rp 50 juta , patung ini berhasil diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Meskipun nominal tersebut terdengar kecil dibandingkan proyek-proyek serupa di daerah lain, banyak pihak yang mempertanyakan efisiensi penggunaan dana tersebut.
Keindahan Realistis yang Mencuri Perhatian
Salah satu alasan utama mengapa Tugu Biawak menjadi viral adalah karena tingkat detail dan realisme yang luar biasa. Patung ini tampak begitu mirip dengan biawak asli, lengkap dengan tekstur kulit yang kasar dan ekspresi wajah yang hidup . Banyak netizen yang awalnya mengira bahwa foto-foto patung ini adalah hasil editan atau bahkan gambar seekor biawak asli.
Keindahan visual ini membuat Tugu Biawak menjadi spot foto favorit bagi wisatawan lokal maupun luar kota. Bahkan, beberapa pengunjung sengaja datang dari jauh hanya untuk berfoto di dekat patung ini . Media sosial pun dipenuhi dengan unggahan foto dan video yang memperlihatkan kemegahan patung tersebut.
Kontroversi Anggaran Rp 50 Juta
Meskipun patung ini mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, anggaran pembangunan sebesar Rp 50 juta tetap menuai kritik. Beberapa warga merasa bahwa jumlah tersebut terlalu besar untuk sebuah patung, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil pasca pandemi.
Sebagian besar kritik berasal dari pertanyaan tentang urgensi pembangunan patung ini. “Apakah dana sebesar itu lebih baik digunakan untuk kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur jalan atau pendidikan?” ujar salah satu komentar di media sosial.
Namun, pihak pemerintah daerah membela keputusan tersebut dengan menyebutkan bahwa Tugu Biawak adalah investasi jangka panjang untuk meningkatkan pariwisata di Kabupaten Wonosobo. Mereka berharap bahwa patung ini dapat menarik lebih banyak wisatawan, sehingga memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat setempat.
Dampak pada Pariwisata Wonosobo
Meski kontroversi masih berlanjut, tidak dapat dipungkiri bahwa Tugu Biawak telah memberikan dampak signifikan bagi pariwisata Wonosobo. Sejak viral di media sosial, jumlah pengunjung ke Desa Krasak meningkat drastis. Warung-warung makan dan toko suvenir di sekitar lokasi patung juga mulai ramai dikunjungi.
Selain itu, patung ini juga menjadi daya tarik bagi fotografer dan konten kreator. Banyak dari mereka yang menggunakan Tugu Biawak sebagai latar belakang untuk konten mereka, baik di Instagram, TikTok, maupun YouTube. Hal ini secara tidak langsung membantu mempromosikan Kabupaten Wonosobo ke seluruh penjuru Indonesia.
Sisi Lain dari Kontroversi
Di balik keindahannya, Tugu Biawak juga memiliki sisi lain yang patut diperhatikan. Pertama, lokasi patung yang berada di pinggir jalan utama membuatnya rentan terhadap risiko kecelakaan lalu lintas. Beberapa pengunjung dilaporkan berhenti sembarangan hanya untuk berfoto, sehingga mengganggu arus kendaraan.
Kedua, ada kekhawatiran bahwa popularitas patung ini hanya bersifat sementara. Tanpa pengelolaan yang baik, Tugu Biawak bisa saja kehilangan daya tariknya dalam beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memikirkan strategi jangka panjang untuk menjaga eksistensi patung ini sebagai destinasi wisata.
Tugu Biawak di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Wonosobo, adalah contoh sempurna bagaimana seni publik dapat menjadi sorotan dunia maya. Dengan keindahannya yang realistis dan kontroversi anggaran yang menyertainya, patung ini telah berhasil mencuri perhatian jutaan orang di Indonesia.
Meskipun ada kritik yang mengiringinya, Tugu Biawak tetap menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat Wonosobo. Ia mengajarkan kita bahwa seni dapat menjadi alat untuk mempromosikan budaya dan pariwisata, asalkan dikelola dengan baik. Semoga keberadaan patung ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat sekitar, bukan hanya sekadar tren sesaat.
